Rabu, 24 Maret 2010

Dengan MOSES, Atasi Malaria


KOMPAS.com - Malaria masih menjadi wabah di sejumlah wilayah di Indonesia. Penyakit parasit ini sulit diatasi karena lokasi pasien yang terpencil sehingga tak terjangkau layanan kesehatan yang terbatas. Mengatasi masalah kesehatan itu, kini diperkenalkan sistem Malaria Observation System and Endemic Surveillance atau MOSES, yang memungkinkan diagnosa jarak jauh penyakit ini.

MOSES, yang dirancang tim Bigbang dari Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), merupakan sistem diagnosa jarak jauh malaria yang dapat mempercepat penanganan pasien di daerah yang tidak memiliki fasilitas kesehatan memadai. Caranya, data sampel darah, suhu pasien, dan anamnesa yang diambil di lapangan atau di pusat kesehatan masyarakat setempat dikirim langsung ke server komputer di kantor dinas kesehatan kabupaten/kota melalui telepon seluler yang di dalamnya berisi program MOSES.

Dengan adanya sistem ini, data kondisi pasien itu kemudian dikirim ke tangan dokter yang kompeten di rumah sakit kecamatan atau di mana pun dalam waktu beberapa jam. Setelah melalui proses analisis atau diagnosa stadium penyakit pasien, dokter bisa segera mengeluarkan resep dan dikirim melalui layanan ponsel tersebut.

Sistem ini telah diuji coba di Pemengpeuk, Banten. MOSES juga diuji coba dalam skala laboratorium di Kalipucang Pangandaran, Jawa Barat, dan Papua. Hasilnya menunjukkan resep obat dapat diperoleh kurang dari dua hari. Dengan kecepatan pengobatan, komplikasi yang lebih berat dapat dicegah.

”Selama ini hasil diagnosa baru diterima empat hari oleh petugas kesehatan di Ciamis. Dengan MOSES, proses pengiriman dapat dipercepat,” ungkap David Samuel dari tim Bigbang, yang melakukan uji coba di lapangan. Tim itu juga beranggotakan David Samuel, Dody Dharma, Dominikus Damas Putranto, dan Inas Luthfi.

Berkat karya inovasi itu, mereka meraih Tanoto Student Research Award 2009. Namun, sebelum itu, tim Bigbang dari Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika ITB ini telah mendapat penghargaan Windows Mobile Award di Mesir dan Asia Pacific ICT Award 2009 untuk karya yang sama.

Sistem MOSES

Sistem MOSES yang mereka kembangkan terdiri dari peranti lunak dan peranti keras. Dengan program peranti lunak itu, dimungkinkan pembacaan data sampel, pengiriman, dan penerimaan citra sampel darah pasien bersangkutan dan data medis lain ke server. Melalui jaringan internet, data tersebut dikirim ke ponsel dokter bersangkutan di ibu kota kecamatan atau puskesmas terdekat untuk kemudian dianalisis.

Program peranti lunak itu di-install dalam peranti keras yang terdiri dari mikroskop yang telah dimodifikasi sehingga dapat dipadukan dengan telepon seluler. Hasil pemeriksaan sampel darah dari mikroskop kemudian dapat langsung dikirim dengan ponsel yang menempel di bagian pangkal mikroskop. Dalam sistem itu juga terpasang server yang menyimpan data tentang jumlah pasien, data pasien seperti umur dan tempat tinggalnya, serta jenis pengobatan yang diberikan.

Untuk menghasilkan MOSES, mereka melakukan penelitian dan rancang bangun sejak Januari 2009. Saat ini mereka telah menghasilkan prototipe ketiga MOSES. "Pengembangan masih terus dilakukan untuk meningkatkan akurasi dan bagaimana mengemas data agar dapat terkirim lebih cepat dan tidak membebani server," urai David.

Karya inovasi itu, jelas Djadji S Satira, Kepala Biro Kemahasiswaan ITB, telah diajukan untuk memperoleh paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan paten ini diperlukan untuk pengembangannya ke arah penerapan komersial.

Dukungan pemda

Berkaitan dengan itu, ITB tengah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menerapkan MOSES. Dalam hal ini memang diperlukan dukungan pemerintah daerah guna menerapkan sistem tersebut di rumah sakit dan puskesmas, terutama di daerah endemik malaria.

Dalam hal ini, MOSES tak hanya digunakan untuk tujuan medis, tetapi juga menjadi bahan analisis bagi pejabat di dinas kesehatan bagi pengambilan keputusan.

Hal ini dimungkinkan karena data dari server akan dikirim ke kantor dinas kesehatan, rumah sakit, dan ke instansi terkait lainnya.

Karya inovasi para mahasiswa ini memiliki prospek cerah dalam mendukung pengobatan malaria di daerah endemik yang mencapai sekitar 70 persen wilayah negeri ini. Berdasarkan data Program Pembangunan PBB (UNDP), 90 juta orang berada di daerah tersebut, tetapi hanya 10 persen yang tertangani. Karena itu, kecepatan terapi dan pengobatannya akan mencegah terjadinya komplikasi dan akibat fatal.

Selain MOSES, pengembangan sistem telemedicine juga dilalukan peneliti lain di ITB, melalui program riset unggulan. Pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung dapat dilakukan di mana pun dengan alat pengukur elektronis yang portabel, yang dilengkapi sistem telekomunikasi.

Dari peranti seukuran ransel itu, petugas medis dapat segera memperoleh data medis pasien, lalu mengirimkannya ke rumah sakit. Prototipe sistem ini telah dipamerkan dalam Ritech Expo 2009 lalu di Senayan, Jakarta.(YUNI IKAWATI)

Sumber : http://id.news.yahoo.com/kmps/20100324/ttc-dengan-moses-atasi-malaria-566ebb2.html

0 komentar:

Posting Komentar