PENGARUH DEBT DEFAULT, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN
Randhyni Suryastuti
Dharma Tintri E.S., S.E., Ak., MBA
Hantoro Arief G., S.E., MM
Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
ABSTRACT
Issuing going concern opinion which is not expected by the company, the impact on stock prices decline, the difficulties and increase the capital, investors, creditors, customers, to employees of the company's management, even worse is the emergence of perception management that a report on the modified can accelerate the company went bankrupt (Jones, 1996). If it does not take immediate remedial action, the bankruptcy of the business will actually happen.
The population of this research is the manufacturing companies listed at Indonesia Stock Exchange (BEI) in the year 2007-2009 are as many as 163 companies. The research sample of 26 companies selected by purposive sampling method. With in three-year observation period. Secondary data were collected analyzed using logistic regression analysis.
Based on the results obtained by empirical evidence that debt defaults affect the revenue going-concern audit opinion. Affect the company's financial condition receiving going-concern audit opinion. Audit opinion the previous year influence on acceptance going-concern audit opinion. Meanwhile, the company's growth variable is not proven effect on acceptance going-concern audit opinion.
Keywords: Debt Default, Altman Z score, Sales Growth Ratio, Audit opinion the previous year, Going Concern Audit Opinion, Logistic Regression.
PENDAHULUAN
Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan ekonomi, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Going Concern) usahanya melalui asumsi going concern. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberi early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church 1996). Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Oleh karena itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor (Levitt, 1998 dalam Fanny dan Saputra, 2005).
Auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu yang tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2001). Saat ini auditor harus mengemukakan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan (AIPCPA, 1998).Masalah yang timbul ketika banyak terjadi kesalahan opini (audit failures) yang dibuat oleh auditor menyangkut opini going concern. Beberapa penyebab antara lain, pertama, masalah self fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern yang dikeluarkan dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah. Meskipun demikian, opini going concern harus diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah. Masalah yang kedua yang menyebabkan kegagalan audit (audit failures) adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern yang terstruktur. Mutchler et.al, (1997) menemukan bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas kebangkrutan dan variabel log laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrim (contrary information), seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor mungkin cenderung untuk mengeluarkan opini going concern.
Beaver (1966) melakukan penelitian tentang kerentanan perusahaan terhadap kegagalan dengan jangka waktu lima tahun sebelum perusahaan itu betul-betul mengalami kesulitan keuangan. Sementara itu Altman (1968) melakukan penelitian serupa dengan menggunakan pendekatan multivariat untuk memprediksi probabilitas kebangkrutan suatu perusahaan berdasarkan pada pengaruh secara bersama-sama dari rasio-rasio keuangan perusahaan. Hasil riset tersebut kemudian dikenal sebagai Altman Z Score.
Pertumbuhan penjualan perusahaan menunjukkan pertumbuhan kekuatan perusahaan dalam operasinya. Pertumbuhan penjualan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Sebuah perusahaan yang mempunyai sales growth positif mempunyai kecenderungan untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya (going concern).
Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi public terhadap presiksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.
Penelitian-penelitian tentang opini going concern yang dilakukan di Indonesia antara lain dilakukan oleh Hani dkk. (2003) yang memberikan bukti bahwa rasio profitabilitas dan rasio likuiditas berhubungan negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. Petronela (2004) memberikan bukti bahwa profitabilitas berhubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap penerbitan opini audit going concern. Margaretta Fanny (2005) memberikan bukti model prediksi kebangkrutan berpengaruh signifikan terhadap opini audit. Eko Budi Setyarno (2006) memberikan bukti bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Ramadhany (2004) memberikan bukti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio penilaian terhadap penerimaan opini audit going concern.
Perumusan Masalah
Apakah debt default memengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Apakah kondisi keuangan perusahaan memengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Apakah pertumbuhan perusahaan memengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Apakah opini audit tahun sebelumnya memengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Tujuan Penelitian
Untuk menguji secara empirik pengaruh debt default terhadap penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Untuk menguji secara empirik pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Untuk menguji secara empirik pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern (GCAO).
Untuk menguji secara empirik pengaruh opini audit tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern (GCAO).
TINJAUAN PUSTAKA
Opini Audit
Pendapat Auditor (opini audit) merupakan bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Opini Audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan simpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Arens (2004) mengemukakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan demikian, auditor dalam memberikan pendapat sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
Opini audit tersebut dinyatakan dalam paragraf pendapat dalam laporan audit. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan. Laporan keuangan yang dimaksud dalam standar pelaporan tersebut adalah meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan semua catatan kaki serta penjelasan dan tambahan informasi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam penyajian laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam standar pelaporan yang ketiga tersebut diatas, auditor diharuskan menyampaikan kepada pemakai laporannya mengenai informasi penting yang menurut auditor perlu diungkapkan.
Opini Audit Going Concern
Going Concern merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang berlawanan dengan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas tersebut menjadi bermasalah. Kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan dan prospek perusahaan dimasa mendatang. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern (Lenard et al., 2000).
Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual asset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestrukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain, hal yang demikian akan menimbulkan keraguan besar terhadap going concern perusahaan.
Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis.
Debt Default
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992). Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini going concern. Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah usai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali. Karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern.
Model Prediksi Kebangkrutan
Edward I Altman di New York University pada pertengahan tahun 1960 menggunakan analisis diskriminan dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kenbangkrutan perusahaan. Dalam studinya setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, Altman menemukan lima jenis rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan berlanjut. Z Score yang dikembangkan Altman tersebut selain dapat digunakan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan, dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan. Fungsi diskriminan Z (Zeta) yang ditemukannya adalah:
Z = 1,2Z1 + 1,4Z2 + 3,3Z3 +0,6Z4 + 0,999Z5
Dimana:
Z1 = working capital / total asset
Z2 = retained earning / total asset
Z3 = earning before interest and taxes / total asset
Z4 = market capitalization / book value of debt
Z5 = sales / total asset
Pertumbuhan Perusahaan
Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Sales growth ratio atau rasio pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston & Copeland, 1992).
Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan biaya akan mengakibatkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan peruahaan untuk tetap survive. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga apabila manajemen tidak segera mengambil tindakan perbaikan, perusahaan dimungkinkan tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pertumbuhan penjualan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pertumbuhan penjualan = (〖Penjualan Bersih〗_t- 〖Penjualan Bersih〗_(t-1))/〖Penjualan Bersih〗_(t-1)
Dimana:
Penjualan Bersih t = Penjualan bersih sekarang
Penjualan Bersih t – 1 = Penjualan bersih tahun lalu
(Budi, 2006 : 10)
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini audit tahun sebelumnya adalah opini yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian. Opini audit tahun sebelumnya ini dikelompokkan menjadi 2 auditee dengan opini going concern (GCAO) dan tanpa opini going concern (NGCAO).
Penelitian oleh Carcello dan Neal (2000) serta Ramadhany (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit goin concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah opini audit going concern. Opini audit dengan modifikasi going concern mengindikasikan bahwa penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Opini audit going concern dalam penelitian ini merupakan variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk auditee yang menerima opini audit going concern dan kategori 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern.
Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang dapat memengaruhi variabel lain. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Debt Default
Debt Default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk memebayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Praptitorini, 2007). Variabel dummy digunakan (1 = status debt default, 0 = tidak debt default) untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit.
Kondisi Keuangan Perusahaan
Model prediksi kebangkrutan yang terkenal dengan istilah Z-Score merupakan suatu formula yang dikembangkan Altman untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan pada beberapa periode sebelum terjadi kebangkrutan. Untuk menerapkan metode Altman Z-Score perusahaan manufaktur, maka digunakan model Z-Score Altman, yaitu:
Z = 1,2Z1 + 1,4Z2 + 3,3Z3 +0,6Z4 + 0,999Z5
Dimana:
Z1 = working capital / total asset
Z2 = retained earning / total asset
Z3 = earning before interest and taxes / total asset
Z4 = market capitalization / book value of debt
Z5 = sales / total asset
Prediksi yang dihasilkan atas nilai Z-Score Altman adalah:
Nilai Z < 1,81, perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan.
Nilai 1,81 < Z < 2,99, perusahaan berada dalam kondisi rawan bangkrut.
Nilai Z > 2,99, perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat.
Pertumbuhan Perusahaan
Rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur kemampuan auditee dalam pertumbuhan tingkat penjualan.
Pertumbuhan penjualan = (〖Penjualan Bersih〗_t- 〖Penjualan Bersih〗_(t-1))/〖Penjualan Bersih〗_(t-1)
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Didefinisikan sebagai opini audit yang diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Variabel dummy digunakan, opini audit going concern (GCAO) diberi kode 1, sedangkan opini audit non going concern (NGCAO) diberi kode 0.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditee manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sektor manufaktur dipilih untuk menghindari adanya industrial effect yaitu risiko industry yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
Auditee sudah terdaftar di BEI sebelum 1 Januari 2006.
Auditee tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian (2007 – 2009).
Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independent dari tahun 2006 – 2009.
Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (tahun 2007 – 2009).
Auditee yang melakukan penjualan > Rp0,-
Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 – 2009 yang telah dipublikasikan dan tersedia di IDX Statistics 2006 – 2009, Indonesian Capital Market Directory (ICMS) tahun 2006 – 2009, serta dilakukan dengan mengunduh data dari website Bursa Efek Indonesia, www.idx.co.id.
Hipotesis
Ha1 : Debt Default berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Ha2 : Kondisi Keuangan Perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Ha3 : Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Ha4 : Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Alat Analisis yang digunakan
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis mulitivariat dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2005). Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroscedacity, artinya varaiabel dependen tidak memerlukan homoscedacity untuk masing-masing variabel independennya. Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:
Ln GC/(1-GC) = – α + β1DEFT – β2ZSCORE + β3SALE + β4OPINI + ∈
Keterangan:
Ln GC/(1-GC) = Dummy variabel opini audit (kategori 1 untuk auditee dengan opini audit going concern (GCAO) dan 0 untuk auditee dengan opini audit non going concern (NGCAO).
α = Konstanta
DEFT = Dummy variabel kelelaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo (kategori 1 bila debt default dan 0 bila non debt default).
ZSCORE = Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan menggunakan lima model presiksi kebangkrutan Altman Z Score untuk perusahaan manufaktur.
SALES = Rasio Pertumbuhan Penjualan Auditee.
OPINI = Dummy variabel Opini audit yang diterima pada tahun sebelumnya (kategori 1 bila opini audit going concern (GCAO) dan 0 bila opini audit non going concern (NGCAO)).
∈ = Kesalahan Residual
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Obyek Penelitian
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria tersebut terpilih sebanyak 26 perusahaan yang akan dijadikan sampel dengan periode pengamatan tiga tahun, sehingga keseluruhan adalah 78 perusahaan.
Tabel 1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No. Kriteria Jumlah Akumulasi
1 Total perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI antara tahun 2007 – 2009 163
2 Terdaftar setelah 1 Januari 2006 -21 142
3 Delisting selama periode pengamatan (2007 – 2009) -29 113
4 Tidak mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (2007 -2009) -80 33
5 Data tidak tersedia -6 27
6 Auditee yang penjualannya sebesar Rp0,- -1 26
Jumlah perusahaan sampel 26
Tahun Pengamatan (tahun) 3
Jumlah sampel total selama periode penelitian 78
Sumber: Data Sekunder yang telah diolah, 2010
Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh sebanyak 78 auditee sektor manufaktur yang digunakan sebagai sampel dan dikelompokkan kedalam dua kelompok atau kategori berdasarkan atas jenis opini audit yang diterimanya, yaitu kelompok auditee dengan opini audit going concern (GCAO) dan auditee dengan opini audit non going concern (NGCAO). Distribusi auditee sektor manufaktur berdasarkan opini audit yang diterima sebagai berikut:
Tabel 2
Ringkasan Penerimaan Opini Audit
2007 2008 2009 Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
GCAO 14 53,85% 12 46,15% 12 46,15% 38 48,72%
NGCAO 12 46,15% 14 53,85% 14 53,85% 40 51,28%
Jumlah 26 100% 26 100% 26 100% 78 100%
Sumber: Data Sekunder yang telah diolah, 2010
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh debt default (DEFT), kondisi keuangan perusahaan (Z-SCORE), pertumbuhan perusahaan (SALES), dan opini audit tahun sebelumnya (OPINI) terhadap opini audit going concern dengan menggunakan hasil uji regresi yang ditunjukkan dalam variabel in the equation.
Dalam uji hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat Variables in the Equation, pada kolom Significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0.05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0.05, maka Ha diterima.
Tabel 3
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a DEFT 1.772 .728 5.923 1 .015 5.883
Z SCORE -.564 .255 4.902 1 .027 .569
SALES .006 .011 .355 1 .551 1.007
OPINI 3.330 .704 22.345 1 .000 27.931
Constant -2.228 .664 11.266 1 .001 .108
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 17.0
Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikasi 5 persen. Dari pengujian dengan regresi logistik diatas maka diperoleh persamaan regresi logistik sebagai berikut:
OPINI = -2.228 + 1.772 DEFT – 0.564 ZSCORE + 0.006 SALES + 3.330 OPINI + ∈
Ha1 : Debt Default berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Debt Default yang diproksikan dengan Z Score, pada Tabel 4.30 menunjukkan koefisien positif sebesar 1,772 dengan tingkat signifikansi 0.015 < 0,05 yang berarti Ha1 dapat diterima. Dengan demikian terbukti bahwa debt default perusahaan berpengaruh positif terhadap opini going concern.
Ha2 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Z Score, pada Tabel 4.30 menunjukkan koefisien positif sebesar -0.564 dengan tingkat signifikansi 0,027 > 0,05 yang berarti Ha2 ditolak atau Z Score berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern.
Ha3 : Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan, pada Tabel 4.30 menunjukkan koefisien sebesar 0,006 dengan tingkat signifikansi 0,551 > 0,05 yang berarti Ha3 ditolak atau Pertumbuhan Penjualan tidak berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern.
Ha4 : Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaaan opini audit going concern.
Variabel Opini audit tahun sebelumnya menunjukkan koefisien positif sebesar 3,330 pada signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti Ha3 diterima. Dengan demikian terbukti bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap opini going concern.
Menguji Kelayakan Model Regresi
Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan regresi logistik dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Hosmer and Lameshow.
Tabel 4
Hosmer and Lameshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 6.395 8 .603
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 17.0
Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian Hosmer and Lameshow. Dengan probabilitas signifikasi menunjukkan angka 0,603, nilai signifikansi yang diperoleh ini jauh lebih besar dari pada 0.05 (α) 5%, maka H0 diterima. Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Atau dapat dikatakan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya.
Menguji Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number =1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2005).
Tabel 5
Perbandingan Nilai -2LL awal dengan -2LL akhir
-2LL awal (Block Number = 0) 108.080
-2LL akhir (Block Number = 1) 58.843
Tabel 5 menunjukkan setelah keseluruhan variabel bebas yaitu debt default, kondisi keuangan perusahaan (Z SCORE), pertumbuhan penjualan (SALES), dan Opini audit tahun sebelumnya (OPINI) dimasukkan ke dalam model, -2 Log Likelihood menunjukkan angka 58,843, atau terjadi penurunan nilai -2 Log Likelihood sebesar 49,237. penurunan nilai -2 Log Likelihood ini dapat diartikan bahwa penambahan variabel bebas ke dalam model dapat memperbaiki fit serta menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabel-variabel independen mampu memperjelas variabilitas variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterprestasikan seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2006). Nilai ini dapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R square dengan nilai maksimumnya.
Tabel 6
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
1 58.843a .468 .624
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 17.0
Tabel 6 menunjukkan nilai Nagelkerke R Square. Dilihat dari hasil output pengolahan data nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,624 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 62,4%, sisanya sebesar 37,6% dijelaskan oleh variabilitas variabel-variabel lain di luar model penelitian. Atau secara bersama-sama variasi variabel debt default, kondisi keuangan (Z SCORE), pertumbuhan perusahaan (SALES), dan opini audit tahun sebelumnya (OPINI) dapat menjelaskan variasi variabel opini going concern sebesar 46,8%.
Menguji Multikolinearitas
Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Walupun dalam regresi logistik tidak lagi memerlukan uji asumsi klasik seperti multikolinearitas, namun tidak ada salahnya apabila dilakukan uji mulitikolinearitas. Pengujian multikolinearitas salam model ini dengan menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen di dalam penelitian ini yaitu debt default, kondisi keuangan (Z SCORE), pertumbuhan perusahaan (SALES), dan Opini audit tahun sebelumnya (OPINI).
Tabel 7
Correlation Matrix
Constant DEFT Z SCORE SALES OPINI
Step 1 Constant 1.000 -.549 -.083 .218 -.614
DEFT -.549 1.000 -.374 .062 .211
Z SCORE -.083 -.374 1.000 -.457 -.270
SALES .218 .062 -.457 1.000 .045
OPINI -.614 .211 -.270 .045 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 17.0
Tabel 7 menunjukkan korelasi antar variabel independent di dalam penelitian ini. Matrik korelasi dibawah menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas yang serius antar variabel bebas, sebagaimana terlihat dari nilai korelasi antar variabel bebas, sebagaimana terlihat dari nilai korelasi antar variabel bebas masih jauh di bawah 0.8. Korelasi antar variabel bebas menunjukkan angka negatif (-) yang berarti antar variabel bebas terdapat korelasi tak langsung atau korelasi negatif. Korelasi tertinggi antar variabel independen terjadi antara variabel Z SCORE dan OPINI yaitu -0,270.
Matrik Klasifikasi
Matrik klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada auditee.
Tabel 8
Classification Table
Observed Predicted
GCAO Percentage Correct
NGCAO GCAO
Step 1 GCAO NGCAO 33 7 82.5
GCAO 5 33 86.8
Overall Percentage 84.6
Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS 17.0
Dari Tabel 8 dapat dibaca bahwa menurut prediksi, auditee yang menerima opini going concern adalah 33, sedangkan observasi sesungguhnya menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini going concern adalah 38. Jadi ketepatan model ini adalah 33 / 38 atau 86,84%. dan menurut prediksi, auditee yang menerima opini non going concern adalah 40, sedangkan observasi sesungguhnya menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini non going concern adalah 33. Jadi ketepatan model ini adalah 33 / 40 atau 82,5%. ketepatan prediksi keseluruhan model ini adalah 84,6%.
Pembahsan Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan studi mengenai penerbitan opini going concern dan non going concern oleh auditor. Penelitian ini mengamati dua variabel keuangan (kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Z Score Altman dan pertumbuhan perusahaan) dan dua variabel non keuangan (debt default dan opini audit tahun sebelumnya).
Penelitian terhadap 78 perusahaan jasa dari 163 perusahaan sampel yang dipilih dengan metode purposive sampling selama tahun 2007 – 2009 diperoleh hasil 38 auditee menerima opini going concern dan sisanya sebanyak 40 auditee menerima opini non going concern. Berdasarkan opini yang diterima tersebut, auditee yang terpilih menjadi sampel penelitian kemudian dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok dengan GCAO dan kelompok dengan NGCAO.
Ringkasan hasil pengujian keempat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut :
Tabel 9
Ringkasan Pengijian Hipotesis
No, Hipotesis Hasil
1 Debt Default berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern Diterima
2 Kondisi Keuangan Perusahaan berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Diterima
3 Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern Ditolak
4 Opini audit Tahun Sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern Diterma
Sumber: Data Sekunder yang telah diolah
Pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Debt Default
Pada Tabel 4.30 debt default menunjukkan koefisien positif 1,772 dengan tingkat signifikansi 0,015 < 0,05 yang berarti Ha1 dapat diterima.
Dari hasil pengujian terhadap hipotesis tersebut, diperoleh bukti empiris bahwa debt default berpengaruh positif terhadap pemberian opini audit going concern.
Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dalam masa krisis, dimulai tahun 1997, terjadi fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah. Hal ini mengakibatkan jumlah hutang perusahaan yang mengalami rugi operasi, dan realisasi penjualan pun anjlok. Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga serta terjadi rugi selisih kurs. Likuiditas pun terganggu.
Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mirna Dyah Praptitorini (2007), Temuan empiris pada penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Revol Ulung Bisara Tamba (2007). Revol Ulung Bisara Tamba (2007) menemukan bukti empiris bahwa debt default berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Z Score, pada Tabel 4.30 menunjukkan koefisien negatif sebesar 0,564 dengan tingkat signifikansi 0,027 < 0,05 yang berarti Ha2 dapat diterima.
Dari hasil pengujian terhadap hipotesis tersebut, diperoleh bukti empiris bahwa kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Z Score Altman berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. Dalam penelitian ini kondisi keuangan perusahaan menunjukkan koefisien negatif sebesar 0,564. Angka ini dapat diartikan bahwa log of odd perusahaan akan menerima opini going concern berbanding terbalik dengan Z Score Altman. Semakin tinggi nilai dari Z Score Altman ini akan semakin memperkecil kemungkinan penerimaan opini going concern.
Auditee yang tidak mempunyai permasalahan keuangan yang serius, tidak mengalami kesulitan likuiditas, mempunyai modal kerja yang cukup, serta tidak mengalami defisit equitas sudah barang tentu luput dari peneriman opini going concern. Sementara perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan, kesulitan likuiditas, kekurangan modal kerja, serta kerugian terus menerus yang mengakibatkan rasio Z Score rendah berpeluang menerima opini going concern.
Pada dasarnya rasio Z Score ini mengindikasikan kondisi keuangan suatu perusahaan yang sebenarnya serta merupakan peringatan dini bagi suatu perusahaan akan ancaman kebangkrutan usahanya. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan keadaan yang semakin baik atau tidak terdapat permasalahan.
Hasil dari penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Setyarno (2005), dimana kondisi keuangan perusahaan diproksikan dengan empat rasio keuangan yaitu likuiditas, profitabilitas, aktivitas, dan leverage. Selain itu, temuan ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany, Fanny dan Saputra (2004). Temuan empiris ini juga mendukung teori dari Mutchler dan Mc Keown et al (1984) yang menyatakan bahwa auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress).
Pertumbuhan Perusahaan
Variabel pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan (Sales Growth ratio) menunjukkan koefisien negatif sebesar 0,006 dengan tingkat signifikansi 0,551 > 0.05. Artinya dapat disimpulkan bahwa Ha3 tidak berhasil didukung, dengan demikian terbukti bahwa rasio pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
Tanda koefisien variabel SALES ini positif, karena peningkatan beban operasional, atau peningkatan beban operasional yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penjualan akan mengakibatkan laba bersih pajak yang negatif dan selanjutnya berdampak pada berkurangnya saldo laba ditahan.
Sementara itu berdasarkan hasil pengelompokkan auditee, pada kelompok auditee dengan opini going concern menunjukkan rasio pertumbuhan penjualan sebesar -4,16 yang berarti terjadi penurunan penjualan sebesar 0.04%, sedangkan pada kelompok auditee dengan opini non going concern -2,49 yang berarti terjadi peningkatan penjualan sebesar 0.02%. Walupun terdapat perbedaan besaran rasio pertumbuhan penjualan pada kedua kelompok, namun ternyata peningkatan atau penurunan penjualan bukan merupakan alasan bagi auditor untuk memberikan opini going concern maupun non going concern. Hal tersebut dikarenakan peningkatan penjualan belum tentu akan meningkatkan laba dan penurunan penjualan juga tidak selalu mengakibatkan penurunan laba.
Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Setyarno (2005), Temuan empiris pada penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Fanny dan Saputra (2005). Fanny dan Saputra (2005) menemukan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Penelitiian ini memberikan tambahan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan yang lain yaitu rasio pertumbuhan penjualan yang positif tidak bisa menjamin auditee untuk tidak menerima opini audit going concern.
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Pengujian atas variabel opini audit tahun sebelumnya (OPINI) ditemukan bukti empiris bahwa opini audit yang diterima pada tahun sebelumnya secara signifikan berpengaruh positif terhadap kemungkina penerimaan opini going concern pada tahun berikutnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji regresi logistik pada Tabel 4.30 dimana variabel OPINI mempunyai angka probanilitas signifikansi 0,000 dibawah 0,05 (5%) dengan nilai koefisien positif sebesar 3,330. Angka ini memberikan arti bahwa log of odd perusahaan akan menerima opini going concernsearah dengan opini audit yang diterima pada tahun sebelumnya.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cancello & Neal (2000). Penelitian dari Cancello & Neal (2000) menemukan bukti bahwa opini going concern yang diterima pada tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan auditor untuk menerbitkan kembali opini going concern.
Hasil temuan empiris ini menunjukkan bahwa auditor sangat memperhatikan opini going concern yang diterima pada tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mutchler (1985) bahwa perusahaan yang menerima opini going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan.
Auditee yang menerima opini going concern biasanya mempunyai permasalahan keuangan yang serius, kesulitan likuiditas, tidak mempunyai modal kerja yang cukup, serta mengalami defisit equitas. Tanpa adanya tindakan penanggulangan yang radikal guna mendongkrak posisi keuangan perusahaan sudah barang tentu semakin lama kondisi keuangan perusahaan akan semakin memburuk dan semakin memperbesar kemungkinan peneriamaan opini going concern kembali.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel debt default, kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Keterbatasan
Penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel, yaitu 2 variabel keuangan (kondisi keuangan perusahaan dan pertumbuhan penjualan) serta 2 variabel non keuangan (debt default dan opini audit tahun sebelumnya).
Periode pengamatan hanya 3 (tiga) tahun dan pada saat kondisi ekonomi normal, sehingga belum bisa melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang serta pada saat kondisi ekonomi tidak normal.
Saran
Bagi peneliti yang akan datang, dapat menambah jumlah tahun pengamatan lebih diperpanjang sehingga dapat melihat kecenderungan tren-tren penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan pembedaan antara periode krisis moneter dengan periode kondisi ekonomi normal, serta dapat memasukkan variabel tambahan seperti rasio keuangan yang lain, size, dan kualitas auditor, sehingga hasil penelitian akan lebih bisa memprediksi penerbitan opini going concern dengan lebih tepat.
Kepada para investor dan calon investor yang hendak melakukan investasi sebaiknya berhati-hati dalam memilih perusahaan dan sebaiknya tidak berinvestasi pada perusahaan yang mendapat opini audit going concern.
DAFTAR PUSTAKA
Arens dan Loebecke. 2004. Auditing Pendekatan Terpadu. Edisi Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Belkaoui, Ahmed. R. 2000. Teori Akuntansi. Edisi Terjemahan. Jilid 1. Jakarta : Salemba Empat
Carcello, Joseph V., Hermanson, Roger H. McGrath, Neal T. 2000. “Audit Commuttee Composition and Auditor Reporting”. The Accounting Review. Volume 75 No. 4. 453 – 467.
Chen, K.C.W. and Church. 1992. Default on Debt obligations and Auditor Report. Auditing : A Journal of Practice & Theory. Fall. pp. 30 – 49.
Erich, Helfert A. 1997. Teknik Analisis Keuangan (Petunjuk Praktis Untuk Men gelola dan Men gukur Kinerja Perusahaan). Edisi ke-8. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Fabozzi, J. Frank. 2002. Manajemen Investasi. Buku II. Jakarta : Salemba Empat.
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966 – 978.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Edisi Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hani., Clearly,. dan Mukhlasin. 2003. Going Concern dan Opini Audit : Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VI. 1221 - 1233.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta : Salemba Empat.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Jones, F. L. 1996. “The Information Content of The Auditor’s Going Concern Evaluation”. Journal of Accounting and Public Policy (Spring): 1 – 27.
McKeown, J.C., Mutchel, J.F., ang Hopwood, W. 1991. Towards an Explanation of Auditor Failure to Modify the audit Opinions of Bankrupt companies. Auditing A Journal of Practice and theory, p.1 – 13.
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku 2. Yogyakarta : Salemba Empat.
Munawir. 1996. Auditing Modern. Edisi Pertama. Yogyakarta : Badan Balai Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM
Muslich, Mohamad. 2003. Manajemen Keuangan Modern (Analisis, Perencanaan, dan Kebijaksanaan). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mutchler, J.F. 1984. Auditor Perceptions of the Going Concern Opinion Decision. Auditing: A Journal of Practice & Theory 3. Spring. Pp. 17 – 30.
Petronela, Thio. 2004. Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. 46 – 55
Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress Di Bursa Efek Indonesia. Tesis S2, Universitas Diponegoro, Semarang Tidak Dipublikasikan
Sawir, Agnes. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Setyarno, Eko Budi. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, PErtumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang
Santosa, Arga Fajar & Linda Kusumawaning W. 2007. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. Jurnal Balance 141 – 158.
Tamba, Revol Ulung Bisara & Hasan Sakti Siregar. 2007. Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Ekek Indonesia. Jurnal
Praptitorini, Mirna Dyah & Indra Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt default dan Opini Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X
Zainuddin, M., 1988. Metodologi Penelitian, Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Http: www.idx.co.id
VIVAnews – Sejumlah orang memiliki kebiasaan memainkan laptop atau perangkat elektronik lainnya sebelum tidur. Mereka agaknya tak menyadari bahwa kebiasaan itu justru membuat makin sulit tidur, yang pada akhirnya akan mengganggu kesehatan.
Studi terbaru menemukan, menyalakan peralatan elektronik seperti laptop dan iPad dapat mengubah pola tidur dan cenderung menyebabkan insomnia. Perangkat elektronik mengeluarkan cahaya terang yang dapat memanipulasi otak.
Studi yang dilakukan tim peneliti asal Amerika Serikat menemukan, barang elektronik seperti laptop menipu pikiran bahwa hari masih siang, mencegah tidur, dan meningkatkan risiko insomnia.
Seperti yang dikutip dari Telegraph, menurut para ahli, waktu tidur secara alami dimulai pukul 9-10 malam. Tetapi penggunaan komputer akan membingungkan otak. Cahaya terang akan memicu terhentinya produksi melatonin, hormon yang membuat kita mengantuk.
Selain cahaya terang laptop, cahaya biru dari iPad yang menjadi alat baca populer dewasa ini memiliki efek serupa. Mata manusia sangat sensitif terhadap cahaya biru yang umum pada siang hari, tapi tidak di malam hari.
Phyllis Zee, seorang profesor ilmu syaraf di Northwestern University mengatakan perangkat elektronik mempengaruhi ritme sirkadian atau jam otak, yang juga menentukan kapan saat tidur dan bangun. “Sebaiknya matikan laptop dan iPad minimal dua jam sebelum tidur untuk mencegah insomnia dan cepat terlelap,” kata Zee.
Membaca buku konvensional sebelum tidur, menurut para ahli, jauh lebih baik untuk mengistirahatkan otak dan memastikan tidur nyenyak. Cahaya lampu meja tidak langsung mengarah pada mata dan mempengaruhi otak.
Alon Avidan, ahli gangguan tidur dari University of California, Los Angeles, menambahkan, selama membaca sebelum tidur, setel cahaya lampu tidak terlalu terang agar menimbulkan perasaan lebih santai. (pet)